Percobaan atau eksperimen merupakan metode penelitian yang paling umum digunakan dalam penelitian pertanian, termasuk penelitian perlindungan tanaman. Percobaan memungkinkan peneliti untuk mengenakan perlakuan terhadap obyek percobaan yang seluruhnya terlebih dahulu diupayakan dalam keadaan seragam (homogen). Selain itu, dalam percobaan faktor lingkungan juga diupayakan seragam. Bila faktor lingkungan tidak seragam maka ketidakseragaman tersebut diupayakan untuk dikendalikan melalui penggunaan rancangan yang tepat. Bila faktor lingkungan dapat diupayakan seragam maka digunakan rancangan acak lengkap. Bila faktor lingkungan tidak seragam dalam satu arah digunakan rancangan acak kelompok, bila dua arah digunakan rancangan bujursangkar latin. Dengan seragamnya obyek percobaan dan dapat dikendalikannya pengaruh faktor lingkungan melalui perancangan percobaan maka segala perbedaan yang terjadi pada obyek percobaan terjadi karena pengaruh perlakuan.
Pengamatan yang dilakukan dalam pelaksanaan percobaan sebenarnya dilakukan terhadap peubah (sesuatu yang nilainya berubah-ubah), bukan terhadap parameter (tetapi sudah terlanjur terjadi salah kaprah nasional sehingga sulit dibetulkan). Peubah yang diamati tersebut merupakan peubah tidak bebas (Y), sedangkan perlakuan merupakan peubah bebas (X). Katakanlah misalnya P adalah obyek percobaan dan Q adalah faktor lingkungan. Karena P sudah diupayakan seragam dan Q sudah dikendalikan melalui rancangan maka segala perbedaan yang terjadi pada Y menjadi merupakan akibat dari X. Hal ini memungkinkan metode percobaan digunakan untuk meneliti hubungan sebab-akibat. Sekali lagi, ketika menggunakan percobaan sebagai metode, segala perbedaan pada Y harus dicari penyebabnya pada X, bukan menduga berbagai hal lain yang tidak perlu.
Perlakuan dapat bertaraf diskret atau kontinyu. Contoh perlakuan bertaraf diskret adalah varietas tanaman, jenis insektisida, jenis musuh alami; sedangkan contoh perlakuan kontinyu adalah dosis insektisida, interval penyemprotan, periode kebasahan daun. Pada perlakuan bertaraf diskret, perbedaan antara dua tarah yang berturutan tidak diketahui, sedangkan pada percobaan bertaraf kontinyu perbedaan di antara dua taraf berturutan diketahui. Perbedaan antara jagung Pioner dan jagung Pit Kuning, misalnya, tidak ditehaui. Tetapi perbedaan antara dosis 5 dan 10 ppm jelas diketahui, yaitu sebesar 5 ppm. Hal ini menjadi dasar yang penting untuk memilih teknik analisis data yang sesuai.
Selama ini, data percobaan selalu dianalisis dengan analisis ragam. Memang tidak ada yang keliru dalam hal ini. Hanya saja, karena analisis ragam dipahami sekedar sebagai hapalan maka orang tidak memperhatikan model linier (lagi-lagi salah kaprah disebut model matematik) paling sederhana dari rancangan percobaan:
Yij=b + Xij + eij
Yij=hasil pengamatan peubah pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, b=nilai peubah seandainya obyek percobaan tidak menerima pengaruh perlakuan, dan eij=galat yang berkaitan dengan pengamatan pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. Bandingkan model linier tersebut dengan persamaan regresi linier sederhana:
Yi=b + Xi + ei
Yi=nilai peubah pada pengamatan ke-i, b=nilai Yi bila Xi=0, Xi=nilai X pada pengamatan ke-i, dan ei=galat yang berkaitan dengan pengamatan ke-i. Apakah sebenarnya beda di antara keduanya? Keduanya sebenarnya sama, tetapi model regresi mensyaratkan X merupakan bersifat kontinyu sedangkan model linier rancangan percobaan menempatkan peubah X bersifat diskret. Bila demikian berarti data hasil percobaan sebenarnya dapat saja dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi sebagaimana yang lazim dilakukan pada bidang ilmu di luar pertanian.
Lalu apa yang salah bila data percobaan dengan perlakuan yang bertaraf kontinyu dianalisis ragam? Tidak ada yang salah memang, tetapi kurang informatif. Lebih-lebih kalau setelah analisis ragam kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan satu di antara jenis uji pemisahan rerata, misalnya uji Duncan. Maka yang terjadi bukan hanya kurang informatif tetapi penjungkirbalikkan akal sehat. Bagaimana mungkin misalnya dibandingkan serangga yang tidak diberi insektisida (kontrol) dengan diberi insektisida dengan dosis tinggi, pasti saja serangga yang mati pada taraf perlakuan dosis tinggi akan dengan sendirinya lebih tinggi daripada serangga yang tidak diberi insektisida. Kalau kemudian perbedaannya tidak nyata maka itu terjadi karena jarak dosis yang dipilih masih rendah. Artinya, pemilihan taraf dosis dilakukan sekenanya tanpa merujuk pada teori atau hasil-hasil penelitian sebelumnya. Dengan analisis regresi, selain pengaruh X terhadap Y diketahui berbeda nyata atau tidak, juga diketahui berapa besarnya dan kisarannya serta dengan menggunakan persamaan yang dihasilkan dapat diprediksi pengaruh taraf dosis lain di luar dari yang dicobakan. Kalau misalnya yang dicobakan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 ppm maka dapat ditentukan pengaruh taraf 2,5; 7,5; 12,5; dan 17,5 ppm atau yang lainnya. Makan 2 piring nasi memang lebih kenyang daripada tidak makan (0 piring), tetapi dengan analisis ragam tidak dapat ditentukan seberapa kenyang makan 1 piring bila 1 piring nasi tidak dicobakan (dimakan).
Lalu kalau analisis regresi lebih informatif, mengapa dilakukan analisis ragam? Pertama, analisis ragam lebih sederhana untuk dilakukan secara manual dibandingkan dengan analisis regresi. Dahulu, untuk data percobaan bertaraf kontinyu terlebih dahulu dilakukan analisis ragam untuk kemudian dilakukan uji polinomial ortogonal sehingga pangkat tertinggi yang nyata untuk X dapat ditentukan terlebih dahulu. Misalnya, bila pangkat tertinggi yang nyata adalah 2 maka model regresi yang digunakan adalah:
Yij= b + Xij + Xij^2 + eij, ^2 menyatakan pangkat 2
Dengan telah ditentukannya pangkat X yang nyata maka akan sangat membantu dalam perhitungan yang harus dilakukan dalam analisis regresi. Dengan adanya komputer, tentu saja kesulitan ini seharusnya tidak lagi menjadi kendala karena pangkat X dapat dicoba satu per satu dalam waktu singkat. Kedua, kalau sudah salah kaprah maka yang salah menjadi benar sebab orang tidak mau lagi capai berpikir untuk menggunakan akal sehat.
Persoalannya, apakah dalam belajar kita hanya menghapal atau mencoba bersikap kritis. Bahkan kalau kita mau sedikit kritis, bahkan untuk percobaan bertaraf kualitatif sekalipun dapat dilakukan uji lanjut di luar uji pemisahan rerata. Katakanlah kita mempunyai lima taraf varietas, A dan B merupakan varietas unggul sedangkan C, D, dan E merupakan varietas lokal. Selain ingin mengetahui perbedaan antara sepasang demi sepasang varietas, kita tentu saja, lebih logis untuk ingin tahu perbedaan antara varietas unggul (A dan B) dengan varietas lokal (C, D. dan E). Ini tentu saja tidak dapat ditentukan dengan uji Duncan, tetapi dengan uji kontras ortogonal. Tidak percaya? Kalau ingin belajar analisis data percobaan dengan benar, sekali-sekali cobalah baca bukunya Steel dan Torrie, jangan hanya baca buku-buku rancangan percobaan berbahasa Indonesia. Mumpung kita belajar di globally oriented university, seharusnya jangan pernah mau digombali.
Pengamatan yang dilakukan dalam pelaksanaan percobaan sebenarnya dilakukan terhadap peubah (sesuatu yang nilainya berubah-ubah), bukan terhadap parameter (tetapi sudah terlanjur terjadi salah kaprah nasional sehingga sulit dibetulkan). Peubah yang diamati tersebut merupakan peubah tidak bebas (Y), sedangkan perlakuan merupakan peubah bebas (X). Katakanlah misalnya P adalah obyek percobaan dan Q adalah faktor lingkungan. Karena P sudah diupayakan seragam dan Q sudah dikendalikan melalui rancangan maka segala perbedaan yang terjadi pada Y menjadi merupakan akibat dari X. Hal ini memungkinkan metode percobaan digunakan untuk meneliti hubungan sebab-akibat. Sekali lagi, ketika menggunakan percobaan sebagai metode, segala perbedaan pada Y harus dicari penyebabnya pada X, bukan menduga berbagai hal lain yang tidak perlu.
Perlakuan dapat bertaraf diskret atau kontinyu. Contoh perlakuan bertaraf diskret adalah varietas tanaman, jenis insektisida, jenis musuh alami; sedangkan contoh perlakuan kontinyu adalah dosis insektisida, interval penyemprotan, periode kebasahan daun. Pada perlakuan bertaraf diskret, perbedaan antara dua tarah yang berturutan tidak diketahui, sedangkan pada percobaan bertaraf kontinyu perbedaan di antara dua taraf berturutan diketahui. Perbedaan antara jagung Pioner dan jagung Pit Kuning, misalnya, tidak ditehaui. Tetapi perbedaan antara dosis 5 dan 10 ppm jelas diketahui, yaitu sebesar 5 ppm. Hal ini menjadi dasar yang penting untuk memilih teknik analisis data yang sesuai.
Selama ini, data percobaan selalu dianalisis dengan analisis ragam. Memang tidak ada yang keliru dalam hal ini. Hanya saja, karena analisis ragam dipahami sekedar sebagai hapalan maka orang tidak memperhatikan model linier (lagi-lagi salah kaprah disebut model matematik) paling sederhana dari rancangan percobaan:
Yij=b + Xij + eij
Yij=hasil pengamatan peubah pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, b=nilai peubah seandainya obyek percobaan tidak menerima pengaruh perlakuan, dan eij=galat yang berkaitan dengan pengamatan pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. Bandingkan model linier tersebut dengan persamaan regresi linier sederhana:
Yi=b + Xi + ei
Yi=nilai peubah pada pengamatan ke-i, b=nilai Yi bila Xi=0, Xi=nilai X pada pengamatan ke-i, dan ei=galat yang berkaitan dengan pengamatan ke-i. Apakah sebenarnya beda di antara keduanya? Keduanya sebenarnya sama, tetapi model regresi mensyaratkan X merupakan bersifat kontinyu sedangkan model linier rancangan percobaan menempatkan peubah X bersifat diskret. Bila demikian berarti data hasil percobaan sebenarnya dapat saja dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi sebagaimana yang lazim dilakukan pada bidang ilmu di luar pertanian.
Lalu apa yang salah bila data percobaan dengan perlakuan yang bertaraf kontinyu dianalisis ragam? Tidak ada yang salah memang, tetapi kurang informatif. Lebih-lebih kalau setelah analisis ragam kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan satu di antara jenis uji pemisahan rerata, misalnya uji Duncan. Maka yang terjadi bukan hanya kurang informatif tetapi penjungkirbalikkan akal sehat. Bagaimana mungkin misalnya dibandingkan serangga yang tidak diberi insektisida (kontrol) dengan diberi insektisida dengan dosis tinggi, pasti saja serangga yang mati pada taraf perlakuan dosis tinggi akan dengan sendirinya lebih tinggi daripada serangga yang tidak diberi insektisida. Kalau kemudian perbedaannya tidak nyata maka itu terjadi karena jarak dosis yang dipilih masih rendah. Artinya, pemilihan taraf dosis dilakukan sekenanya tanpa merujuk pada teori atau hasil-hasil penelitian sebelumnya. Dengan analisis regresi, selain pengaruh X terhadap Y diketahui berbeda nyata atau tidak, juga diketahui berapa besarnya dan kisarannya serta dengan menggunakan persamaan yang dihasilkan dapat diprediksi pengaruh taraf dosis lain di luar dari yang dicobakan. Kalau misalnya yang dicobakan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20 ppm maka dapat ditentukan pengaruh taraf 2,5; 7,5; 12,5; dan 17,5 ppm atau yang lainnya. Makan 2 piring nasi memang lebih kenyang daripada tidak makan (0 piring), tetapi dengan analisis ragam tidak dapat ditentukan seberapa kenyang makan 1 piring bila 1 piring nasi tidak dicobakan (dimakan).
Lalu kalau analisis regresi lebih informatif, mengapa dilakukan analisis ragam? Pertama, analisis ragam lebih sederhana untuk dilakukan secara manual dibandingkan dengan analisis regresi. Dahulu, untuk data percobaan bertaraf kontinyu terlebih dahulu dilakukan analisis ragam untuk kemudian dilakukan uji polinomial ortogonal sehingga pangkat tertinggi yang nyata untuk X dapat ditentukan terlebih dahulu. Misalnya, bila pangkat tertinggi yang nyata adalah 2 maka model regresi yang digunakan adalah:
Yij= b + Xij + Xij^2 + eij, ^2 menyatakan pangkat 2
Dengan telah ditentukannya pangkat X yang nyata maka akan sangat membantu dalam perhitungan yang harus dilakukan dalam analisis regresi. Dengan adanya komputer, tentu saja kesulitan ini seharusnya tidak lagi menjadi kendala karena pangkat X dapat dicoba satu per satu dalam waktu singkat. Kedua, kalau sudah salah kaprah maka yang salah menjadi benar sebab orang tidak mau lagi capai berpikir untuk menggunakan akal sehat.
Persoalannya, apakah dalam belajar kita hanya menghapal atau mencoba bersikap kritis. Bahkan kalau kita mau sedikit kritis, bahkan untuk percobaan bertaraf kualitatif sekalipun dapat dilakukan uji lanjut di luar uji pemisahan rerata. Katakanlah kita mempunyai lima taraf varietas, A dan B merupakan varietas unggul sedangkan C, D, dan E merupakan varietas lokal. Selain ingin mengetahui perbedaan antara sepasang demi sepasang varietas, kita tentu saja, lebih logis untuk ingin tahu perbedaan antara varietas unggul (A dan B) dengan varietas lokal (C, D. dan E). Ini tentu saja tidak dapat ditentukan dengan uji Duncan, tetapi dengan uji kontras ortogonal. Tidak percaya? Kalau ingin belajar analisis data percobaan dengan benar, sekali-sekali cobalah baca bukunya Steel dan Torrie, jangan hanya baca buku-buku rancangan percobaan berbahasa Indonesia. Mumpung kita belajar di globally oriented university, seharusnya jangan pernah mau digombali.
8 komentar:
gan, ijin tanya...
buku steel n torrie judulnya apa ya?
saya dari surabaya, kira2 kalo agan tau tempat yang jual bukunya kira2 dimana ya?
lagi butuh bukunya buat skripsi gan. trims...
Percobaan atau eksperimen merupakan metode penelitian yang paling umum digunakan dalam penelitian pertanian, termasuk penelitian perlindungan tanaman.dengan adanya percobaan yang dibuat dapat membantu penliti untuk menciptakan keseragaman perlakuan.selain itu, factor lingkungan juga perlu homogen.
analisis data hasil percobaan dilakukan dengan membuat tabel anova yang dimana, untuk mengetahui nilai 1% dan 5 % , atau dilakukan untuk menentukan peubah tidak bebas y dengan peubah bebas x, hal ini dilakuk an sehingga dapat mengetahui perbandingan atau pengaruh dari tanaman yang di teliti.
Harus memanfaat literatur mengenahi percobaan agar lebih memahami, sehingga mengurangi resiko kesalahan dalam penggunaanya, karena dengan eksperimen sangat memmbatu peroses penelitian sehingga menciptakan keseragaman dalam perlakuan dan terlebih dahulu semua obyek dalam keadaan seragam bila factor linkungan tidak seragam maka ketidak seragaman diupayakan untuk dikendalikan dengan menggunakan rancangan yang tepat.
Percobaan memungkinkan untuk mengenakan perlakuan terhadap obyek percobaan yang seluruhnya terlebih dahulu diupayakan dalam keadaan seraga, dalam percobaan faktor lingkungan juga diupayakan seragam.Bila faktor lingkungan tidak seragam maka ketidakseragaman tersebut diupayakan untuk dikendalikan melalui penggunaan rancangan yang tepat, faktor lingkungan seragam maka digunakan rancangan acak lengkap. Pengamatan yang dilakukan dalam pelaksanaan percobaan sebenarnya dilakukan terhadap peubah bukan terhadap parameter
Pengamatan yang dilakukan dalam pelaksanaan percobaan sebenarnya dilakukan terhadap peubah (sesuatu yang nilainya berubah-ubah), bukan terhadap parameter (tetapi sudah terlanjur terjadi salah kaprah nasional sehingga sulit dibetulkan). Peubah yang diamati tersebut merupakan peubah tidak bebas (Y), sedangkan perlakuan merupakan peubah bebas (X).
Menurut saya menganalisis data hasil percobaan harus dengan jujur tidak boleh memanipulasi data,kerena dengan menganalisis data secara jujur maka kita akan mengetahui perkembangan penyakit pada experiment yang kita lakukan ,dan kita dapat mempertanggungjawabkan hasil yang di peroleh,data yang telah di ketahui akan bermanfaat dalam usaha pengendalian.
Menurut saya,hasil percobaan di digunakan dalam penelitian pertanian, termasuk penelitian perlindungan tanaman. Percobaan memungkinkan peneliti untuk mengenakan perlakuan terhadap obyek percobaan yang seluruhnya terlebih dahulu diupayakan dalam keadaan seragam.selain itu juga dilakukan percobaan dilihat dari lingkungan fisiknya menuntu atau tidak.
Posting Komentar
Silahkan ketik komentar pada kotak di bawah ini.