Selamat Datang

Terima kasih Anda sudah berkenan berkunjung. Blog ini dibuat untuk membantu mahasiswa yang sedang saya bimbing menyusun proposal penelitian dan menyusun skripsi. Meskipun demikian, blog ini terbuka bagi siapa saja yang berkenan memanfaatkan. Agar bisa melakukan perbaikan, saya sangat mengharapkan Anda menyampaikan komentar di bawah tulisan yang Anda baca. Selamat berselancar, silahkan klik Daftar Isi untuk memudahkan Anda menavigasi blog ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rabu, 04 Juli 2012

Uji Lanjut Data dari Percobaan Faktorial: Bukan terhadap Combinasi Perlakuan

Setiap kali saya membaca skripsi atau membaca laporan penelitian yang menggunakan rancangan perlakuan faktorial, saya selalu merasa miris. Di setiap skripsi dan laporan penelitian itu, saya selalu menemukan uji lanjut dilakukan terhadap kombinasi perlakuan. Supaya lebih jelas, yang saya maksud adalah begini. Misalkan kita melakukan percobaan yang terdiri atas dua faktor, katakanlah faktor instar larva serangga (A) dan faktor dosis insektisida (B). Dalam hal ini instar adalah fase yang dilalui oleh serangga sebelum berkepompong dan kemudian bermetamorfosis menjadi serangga dewasa. Misalkan pula instar serangga yang dicobakan terdiri atas tiga instar (A1, A2, dan A3) dan dosis terdiri atas lima taraf (B1, B2, B3, B4, dan B5). Dari kedua faktor ini kita memperoleh 15 kombinasi perlakuan, dari A1B1 sampai dengan A3B5. Yang kemudian saya maksud dengan uji lanjut terhadap kombinasi perlakuan adalah pembandingan setiap kombinasi perlakuan dengan semua kombinasi lainnya, mulai dari A1B1 dengan A1B2 ... dan seterusnya sampai dengan A3B5, dengan menggunakan uji pemisahan rerata (misalkan saja uji Suncan atau biasa disebut DMRT). Apakah memang harus demikian? Buku teks perancangan percobaan manakah yang pernah memberi contoh demikian?


Ketika kita melakukan percobaan faktorial, kita sebenarnya ingin tahu bagaimana satu faktor berpengaruh terhadap faktor lainnya. Dengan kata lain, kita ingin tahu bagaimana daya bunuh insetisida pada satu instar dipengaruhi oleh dosis insektisida. Atau dengan menggunakan contoh di atas, bagaimana misalnya daya bunuh insektisida terhadap instar B1 dipengaruhi oleh dosis insektisida yang kita gunakan. Atau apakah dalam membunuh larva instar B1, terjadi perbedaan antara satu dosis dengan dosis lainnya. Dengan kata lain, setiap dosis seharusnya kita bandingkan dengan dosis lainnya pada setiap instar larva. Pada pihak lain, kita juga ingin tahu apakah efektivitas dosis tertentu, katakan misalnya B3, dipengaruji oleh instar larva. Siapa tahu instar larva yang lebih dewasa memerlukan dosis lebih tinggi untuk membunuhnya. Dengan kata lain, untuk setiap dosis, kita ingin membandingkan mortalitas satu instar dengan mortalitas instar lainnya. Dalam rancangan faktorial hal ini disebut simple effect.

Tentu saja hal ini hanya bisa kita lakukan bila hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara A dan B. Dengan kata lain, kemampuan insektisida mebunuh larva dipengaruhi oleh dosis dan efektivitas dosis membunuh larva bergantung pula pada instar larva yang diuji. Bila analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara A dan B maka berarti mortalitas larva tidak bergantung pada dosis dan sebaliknya efektivitas dosis tidak bergantung pada instar larva. Dalam hal ini, pembandingan antar instar larva dapat dilakukan tanpa memperhatikan dosis dan pembandingan efektivitas dosis dapat dilakukan tanpa memperhatikan instar. Dalam percobaan faktorial hal ini dikenal sebagai main effek.

Analisis ragam dlakukan terhadap data hasil percobaan faktorial untuk menentukan apakah terjadi main efek saja atau juga terjadi simple effect. Bila hanya terjadi main effek maka uji lanjut dilakukan untuk membandingkan satu taraf dengan setiap taraf lainnya dari satu faktor tanpa perlu memperhatikan taraf faktor lainnya. Bila terjadi simple effect maka pembandingan satu taraf dengan taraf lainnya dari suatu faktor perlu memperhatikan setiap taraf faktor lainnya. Tapi yang dilakukan di dalam skripsi maupun laporan penelitian adalah membandingkan kombinasi perlakuan. Dalam hal ini, satu kombinasi dibandingkan dengan setiap kombinasi lainnya. Misalnya, kombinasi A1B1 dibandingkan dengan A1B2, A1B3, ... A1B1, A2B2, ... A3B5. Apakah arti sebenarnya dari melakukan pembandingan kombinasi perlakuan seperti ini?

Kombinasi perlakuan sebenarnya terjadi terjadi sebagai hasil dari pengkodean dalam menerapkan kedua faktor dalam melaksanakan percobaan di lapangan. Dengan kata lain, kombinasi tersebut sebenarnya hanyalah sekedar kode. Karena sekedar kode maka kode A1B1 dapat saja diganti dengan kode P1, A1B2 dengan kode P2, A1B3 dengan kode P3 dan seterusnya. Ini berarti bahwa membandingkan antara setiap kombinasi AB dengan setiap kombinasi AB lainnya sama dengan membandingkan satu taraf P dengan setiap taraf P lainnya, misalnya antara taraf P1 dengan P2, P3, P4, dan seterusnya sampai P15. Apakah kemudian artinya ini? Berarti kita mengubah data percobaan faktorial seolah-olah menjadi data percobaan satu faktor. Dengan kata lain pula, uji pemisahan rerata yang kita lakukan terhadap kombinasi perlakuan sebenarnya buka uji lanjut karena menguji sesuatu yang berbeda dari hasil analisis ragam. Tapi, percaya atau tidak, hal seperti ini terus saja terjadi, padahal yang membimbing skripsi dan membuat laporan penelitian bukanlah lulusan S1.

Saya tidak tahu mengapa mesti terjadi seperti ini. Saya hanya bisa menduga satu hal saja. Hampir semua software aplikasi statistika menyediakan fitur satu kali klik untuk menguji lanjut data percobaan biasa, tetapi tidak menyediakan fitur satu kali klik untuk uji lanjut data percobaan faktorial yang setelah dianalisis ragam menunjukkan terjadi interaksi. Untuk melakukan uji lanjut terhadap simple effect seperti ini, perangkat aplikasi perlu dijalankan melalui pemrograman. Mungkin orang-orang yang menggunakan program aplikasi statistika tersebut tahunya hanya sebatas mengklik pilihan. Sebab lainnya mungkin juga tradisi. Maksud saya begini. Ketika S1 saya disuruh oleh dosen pembimbing untuk melakukan uji lanjut terhadap kombinasi perlakuan. Ketika S2 dosen pembimbing saya juga menyuruh saya melakukan hal yang sama, demikian juga ketika S3. Setelah menyelesaikan pendidikani, dengan gelar keren di depan nama saya, saya merasa tidak perlu mempertanyakan kembali apa yang sudah saya lakukan. Sebab saya merasa, sampai bisa memperoleh gelar S2 dan S3, tidak mungkin saya melakukan kesalahan. Ini yang saya maksud sebagai tradisi. Tapi tradisi tidak selamanya benar. Kenyataannya, ketika saya menyelesaikan S2 saya, dosen pembimbing saya justeru meminta saya menerangkan analisis data yang saya gunakan.

Terlepas dari semua itu, bagi sebagian dosen membimbimbing hanyalah sekedar tugas. Artinya, yang penting mahasiswa yang dibimbing cepat lulus sehingga honorarium membimbing segera dibayarkan. Mereka lupa, bahwa di skripsi mahasiswa yang mereka bimbing tercentum nama mereka sehingga orang yang membaca bukan hanya menilai skripsi sebagai hasil pekerjaan mahasiswa yang dibimbing saja, tetapi juga pekerjaan dosen pembimbingnya. Tapi entahlah, mungkin juga saya salah. Apapun posisi Anda, orang baru akan tahu siapa Anda setelah Anda menulis komentar pada kotak komentar di bawah ini.

5 komentar:

mat sore bapak, ini dengan ans anak IHPT 08 yang lagi mau melakukan penelitian. bapak dalam penelitian saya, saya menggunakan percobaan faktorial antara konsentrasi pestisida nabati degan waktu aplikasi menurut bapak analisis yang baik utuk analisis data saya nantinya apa?
karena saya baca blok bapak uji DMRT 5% tidak cocok untuk analisis data saya nantinya.
mungkin saya minta penjelasan tentang analisis polinomial.?

Anda belum menyampaikan konsentrasi berapa yang Anda uji dan waktu aplikasinya kapan. Jelas dalam hal ini uji DMRT sangat tidak sesuai. Silahkan sampaikan dahulu konsentrasi dan waktu aplikasi yang Anda uji, nanti akan saya jelaskan uji yang sebaiknya digunakan. Silahkan masuk dengan akun email Anda, bukan sebagai Anonimous.

Terimakasih infonya gan. Memang kenyataannya masih seperti itu sampai sekarang. Jadi untuk uji lanjut ral faktorial itu sebaiknya dengan cara bagaimana? saya sedang melakukan pengujian kecambah (bibit hidup) dengan faktor nomor varietas (5 nomor) dengan komposisi perlakuan media (15 komposisi). Pemahaman saya memang belum jauh di percobaan ini. Sehingga saya masih melakukan pengujian lanjut data dengan Uji DMRT. Terimakasih gan.

Saya mau nanya Pak Wayan, Bagaimanakah caranya bila kita ingin menentukan kombinasi perlakuan mana yang menghasilkan efek paling tinggi (baik). Mohon penjelasannya.Suksma

pak kalau boleh saya minta literatur dari mana saja terimakasih pak karena saya lagi dalam tahap penelitian

Posting Komentar

Silahkan ketik komentar pada kotak di bawah ini.

Bila Anda perlu membuat deskripsi tanaman sebagai bagian dari penyusunan proposal penelitian atau skripsi, kunjungi blog Tanaman Kampung atau Tumbuhan Bali, mudah-mudahan bisa membantu.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites