Beberapa hari lalu setelah selesai mengajar, saya isen-iseng membuka-buka skripsi lulusan program studi Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman. Judulnya semua mengenai hama atau penyakit tanaman. Kemudian saya iseng membuka-buka beberapa di antaranya untuk membaca pendahuluannya. Beberapa memang sudah memuat latar belakang yang berkaitan dengan hama atau penyakit yang diteliti.
Namun sebagian besar justeru membuat latar belakang tanaman. Ada skripsi mengenai penggerek padi, tetapi latar belakangnya mengenai tanaman padi. Ada skripsi mengenai hama tritip, tetapi latar belakangnya mengenai tanaman kubis. Ada skripsi mengenai penyakit bulai, tetapi latar belakangnya mengenai jagung. Lebih mengagetkan lagi, dalam menulis latar belakang mengenai tanaman tersebut, sebagian besar menulis mengenai nilai gizi setiap jenis tanaman. Saya belum coba mencari skripsi mengenai hama atau penyakit cabai, apakah latar belakang mengenai tanaman cabai juga ditulis nilai gizi cabai. Tanpa perlu kuliah pun seharusnya orang sudah tahu bahwa orang mengkonsumsi cabai bukan karena ingin mendapat asupan vitamin C, melainkan karena ingin dapat rasa pedas.
Tetapi mengapa pendahuluan skripsi hama atau penyakit harus dimulai dengan menulis tanaman? Bukankan seharusnya dimulai dengan menulis hama atau penyakit yang diteliti? Dalam beberapa kali kesempatan kuliah, saya sudah berulang kali menyampaikan, kalau ingin menulis dengan latar belakang tanaman seperti itu, sebaiknya pindah saja ke program studi (atau sekarang namanya minat) Agronomi. Mahasiswa sepertinya paham apa yang saya sampaikan. Tetapi ketika nanti membuat skripsi, kembali mereka membuat latar belakang mengenai tanaman. Jangan-jangan bila nanti penelitiannya mengenai hama kapas maka latar belakangnya juga mengenai kandungan vitamin buah kapas. Atau ketika menulis skripsi mengenai penyakit tembakau, latar belakangnya mengenai kandungan vitamin daun tembakau. Hal ini bukan tidak mungkin bisa terjadi sebab bagi mahasiswa yang penting adalah menjadi sarjana, bukan menulis dengan baik. Apalagi menulis dengan benar, mungkin hanya beberapa mahasiswa saja yang peduli.
Bukankah skripsi sudah melalui proses pembimbingan? Sudah pasti. Dan yang membimbing juga bukan sembarangan, dosen bergelar master dan doktor lulusan dalam dan luar negeri. Tapi mengapa skripsi masih bisa seperti itu, antara judul dan substansinya saja sudah tidak saling sesuai? Entahlah, tetapi kemarin saya memeriksa proposal skripsi mahasiswa yang menurut mahasiswa penulisnya sudah selesai dikonsultasikan dengan dosen pembimbing II. Artinya, dosen pembimbing II sudah menyetujui minimal tatatulis dan penggunaanya. Setelah saya periksa dengan fitus Track & Changes Word, hasilnya merah meriah. Penelitiannya mengenai penyakit, tetapi latar belakangnya mengenai tanaman. Bahasanya juga masih berantakan karena sebagian besar disalin dari hasil terjemahan Google Translate. Dalam hati saya hanya bisa bertanya, apakah naskah semacam ini memang sudah diperiksa dosen? Atau jangan-jangan diperiksa sambil lalu saja biar disenangi mahasiswa karena tidak terlalu rewel terhadap mahasiswa? Saya hanya bisa mengurut dada. Kalau terus seperti ini, sungguh berat tugas menjadi pembimbing I!!!
Belum lagi soal tinjauan pustaka. Hal yang sama seperti pada pendahuluan masih terjadi juga. Penelitian mengenai penyakit, tetapi tinjauan pustakanya dimulai dengan menulis mengenai tanaman. Bukan itu saja, tulisan mengenai tanaman diambil dari Internet atau disalin langsung dari buku-buku ilmiah populer. Bahasanya seperti bahasa dalam buku-buku populer yang ditulis untuk petani, misalnya sejenis buku-buku panduan bercocok tanam. Apakah untuk menulis skripsi bisa digunakan buku-buku semacam itu sebagai bahan tinjauan pustaka? Apakah buku-buku teknis mengenai tanaman memang sedemikian langka sehingga mahasiswa harus menggunakan buku panduan bercocok tanam untuk petani sebagai bahan menyusun tinjauan pustaka? Bagi mahasiswa tentu saja apa saja bisa, asalkan bisa cepat menjadi sarjana. Pertanyaannya adalah kembali lagi kepada dosen pembimbingnya. Kalau dosen pembimbingnya membolehkan maka kacaulah sudah dunia akademik kita. Kalau semua dosen mau mudahnya saja maka satu dua orang dosen tidak akan dapat mempertahankan standar kualitas kesarjanaan lulusan.
Namun sebagian besar justeru membuat latar belakang tanaman. Ada skripsi mengenai penggerek padi, tetapi latar belakangnya mengenai tanaman padi. Ada skripsi mengenai hama tritip, tetapi latar belakangnya mengenai tanaman kubis. Ada skripsi mengenai penyakit bulai, tetapi latar belakangnya mengenai jagung. Lebih mengagetkan lagi, dalam menulis latar belakang mengenai tanaman tersebut, sebagian besar menulis mengenai nilai gizi setiap jenis tanaman. Saya belum coba mencari skripsi mengenai hama atau penyakit cabai, apakah latar belakang mengenai tanaman cabai juga ditulis nilai gizi cabai. Tanpa perlu kuliah pun seharusnya orang sudah tahu bahwa orang mengkonsumsi cabai bukan karena ingin mendapat asupan vitamin C, melainkan karena ingin dapat rasa pedas.
Tetapi mengapa pendahuluan skripsi hama atau penyakit harus dimulai dengan menulis tanaman? Bukankan seharusnya dimulai dengan menulis hama atau penyakit yang diteliti? Dalam beberapa kali kesempatan kuliah, saya sudah berulang kali menyampaikan, kalau ingin menulis dengan latar belakang tanaman seperti itu, sebaiknya pindah saja ke program studi (atau sekarang namanya minat) Agronomi. Mahasiswa sepertinya paham apa yang saya sampaikan. Tetapi ketika nanti membuat skripsi, kembali mereka membuat latar belakang mengenai tanaman. Jangan-jangan bila nanti penelitiannya mengenai hama kapas maka latar belakangnya juga mengenai kandungan vitamin buah kapas. Atau ketika menulis skripsi mengenai penyakit tembakau, latar belakangnya mengenai kandungan vitamin daun tembakau. Hal ini bukan tidak mungkin bisa terjadi sebab bagi mahasiswa yang penting adalah menjadi sarjana, bukan menulis dengan baik. Apalagi menulis dengan benar, mungkin hanya beberapa mahasiswa saja yang peduli.
Bukankah skripsi sudah melalui proses pembimbingan? Sudah pasti. Dan yang membimbing juga bukan sembarangan, dosen bergelar master dan doktor lulusan dalam dan luar negeri. Tapi mengapa skripsi masih bisa seperti itu, antara judul dan substansinya saja sudah tidak saling sesuai? Entahlah, tetapi kemarin saya memeriksa proposal skripsi mahasiswa yang menurut mahasiswa penulisnya sudah selesai dikonsultasikan dengan dosen pembimbing II. Artinya, dosen pembimbing II sudah menyetujui minimal tatatulis dan penggunaanya. Setelah saya periksa dengan fitus Track & Changes Word, hasilnya merah meriah. Penelitiannya mengenai penyakit, tetapi latar belakangnya mengenai tanaman. Bahasanya juga masih berantakan karena sebagian besar disalin dari hasil terjemahan Google Translate. Dalam hati saya hanya bisa bertanya, apakah naskah semacam ini memang sudah diperiksa dosen? Atau jangan-jangan diperiksa sambil lalu saja biar disenangi mahasiswa karena tidak terlalu rewel terhadap mahasiswa? Saya hanya bisa mengurut dada. Kalau terus seperti ini, sungguh berat tugas menjadi pembimbing I!!!
Belum lagi soal tinjauan pustaka. Hal yang sama seperti pada pendahuluan masih terjadi juga. Penelitian mengenai penyakit, tetapi tinjauan pustakanya dimulai dengan menulis mengenai tanaman. Bukan itu saja, tulisan mengenai tanaman diambil dari Internet atau disalin langsung dari buku-buku ilmiah populer. Bahasanya seperti bahasa dalam buku-buku populer yang ditulis untuk petani, misalnya sejenis buku-buku panduan bercocok tanam. Apakah untuk menulis skripsi bisa digunakan buku-buku semacam itu sebagai bahan tinjauan pustaka? Apakah buku-buku teknis mengenai tanaman memang sedemikian langka sehingga mahasiswa harus menggunakan buku panduan bercocok tanam untuk petani sebagai bahan menyusun tinjauan pustaka? Bagi mahasiswa tentu saja apa saja bisa, asalkan bisa cepat menjadi sarjana. Pertanyaannya adalah kembali lagi kepada dosen pembimbingnya. Kalau dosen pembimbingnya membolehkan maka kacaulah sudah dunia akademik kita. Kalau semua dosen mau mudahnya saja maka satu dua orang dosen tidak akan dapat mempertahankan standar kualitas kesarjanaan lulusan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan ketik komentar pada kotak di bawah ini.