Saat menulis tayangan ini, saya sedang berada di Darwin, Australia. Ide mengenai berkonsultasi di awan (cloud consultation) ini muncul justeru karena keberadaan saya yang jauh dari tempat kerja ini. Tetapi kini, berada jauh dari tempat kerja bukan berarti tidak bekerja. Saya masih tetap melaksanakan tugas membimbing mehasiswa melalui email. Hanya saja, membimbing melalui email ini terasa kurang praktis karen file yang dikirimkan kembali oleh mahasiswa belum tentu file yang telah disarankan untuk diperbaiki sebelumnya. Maklum, daripada memperbaiki dengan cara track changes, entah mengapa, ada mahasiswa yang lebih suka membuat file baru saja. Dengan cara berkonsultasi di awan, file tentu saja tidak lagi dapat diubah-ubah semaunya. Mahasiswa dengan sendirinya harus melakukan perbaikan atas file yang telah diberi saran perbaikan melalui track changes.
Lalu bagaimana hal ini bisa dilakukan? Pertama-tama, tentu saja dosen harus mempunyai akun (account) penyimpanan online berkapasitas besar. Hal ini tidak sulit sebab sekarang telah ada layanan penyimpanan online dengan kapasitas yang cukup besar, di antaranya adalah Skydrive. Selain itu, masih banyak juga layanan lainnya yang dapat dicari melalui Google. Tentu saja, akun penyimpanan online yang harus digunakan adalah yang menyediakan fasilitas kolaborasi, yaitu memungkinkan pihak yang diajak berkolaborasi dapat menyimpan file ke dan mengakses file dari akun yang sama. Untuk Skydrive hal ini dimungkinkan dengan cara dosen pemilik akun mengirim email ke mahasiswa yang skripsinya diperiksa melalui kolaborasi. Mahasiswa selanjutnya mengunggah file-file skripsinya ke akun tersebut dan dosen pembimbing kemudian mengakses untuk memberikan saran dan masukan dengan menggunakan fasilitas tracks and changes. Selanjutnya mahasiswa mengakses file yang telah diberikan track and changes dan melakukan perbaikan sebagaimana yang disarankan dan kemudian mengunggah kembali file yang telah selesai diperbaiki.
Untuk semua ini tentu saja diperlukan koneksi internet. Tidak sebagaimana halnya universitas di luar negeri yang memberikan akses Internet gratis bagi semua dosen, karyawan, dan mahasiswanya, universitas di Indonesia biasanya menyediakan fasilitas tersebut hanya bagi para pejabatnya. Oleh karena itu, dosen dan mahasiswa mau tidak mau harus mencari koneksi internet dengan cara masing-masing. Mahasiswa mungkin harus ke warnet yang tentu saja tidak gratis. Tetapi biaya akses internet tersebut masih tidak terlalu mahal dibandingkan dengan biaya untuk membeli kertas dan mencetak skripsi setiap kali melakukan perbaikan skripsi. Selain itu, dengan mengurangi penggunaan kertas dan tinta berarti juga telah ikut berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebab kertas dibuat dengan menebang banyak pohon dan tinta merupakan bahan kimia yang beracun. Kontribusi kecil tidak apa-apa, daripada tidak sama sekali.
Lalu bagaimana hal ini bisa dilakukan? Pertama-tama, tentu saja dosen harus mempunyai akun (account) penyimpanan online berkapasitas besar. Hal ini tidak sulit sebab sekarang telah ada layanan penyimpanan online dengan kapasitas yang cukup besar, di antaranya adalah Skydrive. Selain itu, masih banyak juga layanan lainnya yang dapat dicari melalui Google. Tentu saja, akun penyimpanan online yang harus digunakan adalah yang menyediakan fasilitas kolaborasi, yaitu memungkinkan pihak yang diajak berkolaborasi dapat menyimpan file ke dan mengakses file dari akun yang sama. Untuk Skydrive hal ini dimungkinkan dengan cara dosen pemilik akun mengirim email ke mahasiswa yang skripsinya diperiksa melalui kolaborasi. Mahasiswa selanjutnya mengunggah file-file skripsinya ke akun tersebut dan dosen pembimbing kemudian mengakses untuk memberikan saran dan masukan dengan menggunakan fasilitas tracks and changes. Selanjutnya mahasiswa mengakses file yang telah diberikan track and changes dan melakukan perbaikan sebagaimana yang disarankan dan kemudian mengunggah kembali file yang telah selesai diperbaiki.
Untuk semua ini tentu saja diperlukan koneksi internet. Tidak sebagaimana halnya universitas di luar negeri yang memberikan akses Internet gratis bagi semua dosen, karyawan, dan mahasiswanya, universitas di Indonesia biasanya menyediakan fasilitas tersebut hanya bagi para pejabatnya. Oleh karena itu, dosen dan mahasiswa mau tidak mau harus mencari koneksi internet dengan cara masing-masing. Mahasiswa mungkin harus ke warnet yang tentu saja tidak gratis. Tetapi biaya akses internet tersebut masih tidak terlalu mahal dibandingkan dengan biaya untuk membeli kertas dan mencetak skripsi setiap kali melakukan perbaikan skripsi. Selain itu, dengan mengurangi penggunaan kertas dan tinta berarti juga telah ikut berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebab kertas dibuat dengan menebang banyak pohon dan tinta merupakan bahan kimia yang beracun. Kontribusi kecil tidak apa-apa, daripada tidak sama sekali.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan ketik komentar pada kotak di bawah ini.