Selamat Datang

Terima kasih Anda sudah berkenan berkunjung. Blog ini dibuat untuk membantu mahasiswa yang sedang saya bimbing menyusun proposal penelitian dan menyusun skripsi. Meskipun demikian, blog ini terbuka bagi siapa saja yang berkenan memanfaatkan. Agar bisa melakukan perbaikan, saya sangat mengharapkan Anda menyampaikan komentar di bawah tulisan yang Anda baca. Selamat berselancar, silahkan klik Daftar Isi untuk memudahkan Anda menavigasi blog ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Selasa, 29 Maret 2011

Penelitian Metode Campuran dan Paradigma Penelitian: Apakah Itu dan Mengapa Perlu?

Di kalangan ilmu-ilmu sosial kini semakin banyak dilakukan penelitian dengan metode campuran (mixed methods research). Apa sebenarnya metode penelitian campuran tersebut dan mengapa diperlukan? Apakah metode campuran juga relevan dalam penelitian bidang pertanian? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini perlu terlebih dahulu dijawab pertanyaan, pertanian sebenarnya merupakan ilmu alam (natural science), ilmu sosial (social science), atau gabungan kuduanya? Bila jawaban terhadap pertanyaan ini adalah gabungan keduanya maka penelitian dengan menggunakan metode campuran menjadi diperlukan. Sebenarnya banyak penelitian yang selama ini dilakukan di bidang pertanian seharusnya menggunakan metode campuran, tetapi karena metode ini di Indonesia kurang dipelajari maka tidak dilakukan sebagaimana seharusnya. Akibatnya, hasil penelitian menjadi mengambang dan sulit dipahami.

Lalu apa sebenarnya methode penelitian campuran itu? Jawaban yang benar-benar tuntas tentu saja tidak mungkin diberikan di sini, tetapi dapat diperoleh misalnya dari buku Handbook of Mixed Methods in Social and Behavioral Research oleh A. Tashakkori dan C. Teddlie (2003). Secara sederhana, penelitian dengan metode campuram terdiri atas komponen kualitatif dan komponen kuantitatif sekaligus. Dengan komponen kualitatif di sini tidak dimaksudkan semata-mata menggunakan data kualitatif dari hasil wawancara mendalam, diskusi kelompok fokus, dan metode sejenis lannya. Demikian juga dengan komponen kuantitatif, tidak semata-mata dimaksudkan hanya menggunakan datan yang berupa angka. Kata-kata dan angka-angka hanyalah sekedar lambang, sedangkan data yang sebenarnya ada di balik kata-kata dan angka-angka tersebut. Artinya, apakah suatu penelitian dikategorikan sebagai kualitatif atau kuantitatif sangat bergantung pada bagaimana data tersebut diperoleh.

Dalam hal prosedur, dalam buku The Foundation of Social Science Research oleh M. Crotty (1998) disebutkan bahwa penelitian sebenarnya mempunyai empat unsur dqsar, yaitu epistemologi, paradigma, metodologi, dan metode. Dalam hal ini epistemologi merupakan teori pengetahuan yang menjiwai paradigma, paradigma merupakan posisi filosofis yang digunakan peneliti untuk memandang pengetahuan, metodologi merupakan strategi, rencana, dan prosedur yang dirangkai ke dalam rancangan penelitian, dan metode merupakan teknik dan cara kerja yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data guna menerjemahkan pertanyaan penelitian. Penelitian qualitatif dan kuantitatif dibedakan dengan berdasarkan keempat unsur tersebut. Penelitian kualitatif biasanyat menggunakan epistemologi konstruktivisme atau subyektivisme, sedangkan penelitian kuantitatif menggunakan epistemologi obyektivisme. Dalam hal paradigma, penelitian kualitatif dapat menggunakan paradigma positivisme, interpretivisme/konstruksionisme, teori kritis, dsb., tetapi penelitian kuantitative pada umumnya bertumpu pada paradigma positivisme. Berkaitan dengan metodologi, penelitian kualitatif dapat menggunakan berbagai macam methodologi, misalnya metodologi etnografi, fenomenologi, kaji tindak, dsb., bahkan juga termasuk metodologi eksperimental maupun metodologi survei, tetapi penelitian kuantitatif sangat bertumpu pada metodologi eksperimental dan metodologi survei. Lalu soal metode, penelitian kualitatif mempunyai banyak metode untuk mengumpulkan maupun menganalisis data, sedangkan penelitian kuantitatif bergantung pada metode pengukuran dan analisis statistika.

Untuk menggabungkan komponen kualitatif dan komponen kuantitatif ke dalam satu proyek penelitian diperlukan rancangan khusus berkaitan khususnya dengan bagaimana menggabungkan paradigma yang berbeda yang harus digunakan sebagai rujukan dalam pemilihan metodologi dan metode. Paradigma positivisme didasarkan atas pemikiran bahwa pengetahuan bersifat obyektif sehingga untuk menjaga validitas (validity) maka peneliti harus menjaga jarak dengan subyek yang diteliti. Sebaliknya paradigma interpretivisme/konstruksionisme memandang pengetahuan bersifat subyektif, dikonstruksi melalui interaksi antara peneliti dengan subyek penelitian, sehingga untuk menjamin keterpercayaan (trustworthiness) maka peneliti harus berinteraksi sangat dekat dengan subyek penelitian. Paradigma teori kritis didasarkan atas pemikiran bahwa pengetahuan merupakan produk kekuasaan dan oleh karenanya dapat dijadikan instrumen oleh penguasa untuk menguasai pihak yang lemah. Dengan teori kritis, tugas peneliti bukanlah semata-mata hanya untuk mencari pengetahuan, melainkan berani mengkritik untuk membela yang tertindas.

Lalu bagaimana paradigma yang sedemikian dapat dipertemukan? Menurut para pemikir metode penelitian campuran, hal ini dapat dilakukan dengan empat cara. Pertama secara dialektik, yaitu mengambil aspek yang dapat dipertemukan dari beberapa epistemologi. Kedua dengan menggunakan paradigma baru yang lebih kompromistik, misalnya paradigma teori kritis atau pasca-modernisme. Ketiga, dengan bertumpu pada konteks secara pragmatik, misalnya konteks pengentasan kemiskinan. Keempat, dengan memfokuskan perhatian pada konsep, misalnya konsep modal sosial. Setelah dipilih salah satu cara maka selanjutnya dapat ditentukan metodologi dan metode apa yang sebaiknya harus digunakan. Perlu diperhatikan bahwa satu metodologi bisa digunakan dalam paradigma yang berbeda, satu metode dalam metodologi yang berbeda. Sebagai contoh, metodologi survei dapat merupakan perwujudan dari paradigma positivisme jika menggunakan metode wawancara dengan pertanyaan tertutup atau merupakan perwujudan dari paradigma interpretivisme/konstruktionisme bila menggunakan metode wawancara dengan pertanyaan terbuka.

Penelitian pada dasarnya dimaksudkan untuk mencari pengetahuan sehingga untuk dapat memperoleh pengetahuan yang diinginkan maka harus didasari dengan paradigma yang jelas. Seorang penganut positivisme dalam melakukan penelitian jeruk keprok soe akan berusaha berdiri di tengah di antara masyarakat yang rugi karena pohon jeruknya mati dan oknum pemerintah yang memperoleh keuntungan dengan terus menjual bibit okulasi, sedangkan seorang penganut teori kritis akan berada di pihak masyarakat untuk mengupayakan agar masyarakat sadar mengenai apa yang sebenarnya terjadi dan kemudian bangkit mengatasi permasalahannya. Karena tatakelola pemerintahan di Indonesia ini masih sangat kuat dijiwai oleh positivisme maka peneliti penganit positivisme akan mendapat banyak proyek karena berhasil memperoleh pengetahuan yang diinginkan pemerintah. Sebaliknya peneliti penganut teori kritis akan dicibirkan karena tidak obyektif, melainkan berpihak kepada yang lemah. Padahal yang lebih patut untuk dicibirkan sebenarnya justeru adalah mereka yang tidak paham bahwa penganut teori kritis sebenarnya berusaha senantiasa kritis terhadap obyektivitas maupun subyektivitas. Bagi penganut teori kritis, pengetahuan hanyalah ciptaan manusia sehingga sepanjang manusia belum bisa menjadi seperti Tuhan maka tidak akan pernah menjadi obyektif. Pengetahuan hanya akan bermakna bila dapat membantu yang lemah membebaskan diri dari cengkeraman berbagai bentuk kekuasaan, termasuk kekuasaan yang dibangun atas dasar pengetahuan itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan ketik komentar pada kotak di bawah ini.

Bila Anda perlu membuat deskripsi tanaman sebagai bagian dari penyusunan proposal penelitian atau skripsi, kunjungi blog Tanaman Kampung atau Tumbuhan Bali, mudah-mudahan bisa membantu.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites